Jilbab muslimah sesuai tuntunan syariat dan assunnah
Jilbab
muslimah sesuai tuntunan syariat dan assunnah. Jilbab merupakan bagian
dari syari’at, Jilbab bukanlah sekedar identitas atau menjadi hiasan
semata dan juga bukan penghalang bagi seorang muslimah untuk menjalankan
aktivitas kehidupannya. Menggunakan jilbab yang sesuai dengan tuntunan
adalah wajib sama dengan ibadah-ibadah lainnya seperti sholat, puasa
yang diwajibkan bagi setiap muslim.
apa beda antara jilbab dengan hijab?
Syaikh Al Bani
rahimahullah mengatakan,“Setiap jilbab adalah hijab, tetapi tidak semua
hijab itu jilbab, sebagaimana yang tampak.”Sehingga memang terkadang
kata hijab dimaksudkan untuk makna jilbab. Adapun makna lain dari hijab
adalah sesuatu yang menutupi atau meghalangi dirinya, baik berupa
tembok, sket ataupun yang lainnya. Inilah yang dimaksud dalam firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat al-Ahzab ayat 53,“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi kecuali bila kamu
diberi izin… dan apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepda
mereka(para istri Nabi), maka mintalah dari balik hijab…”
SYARAT-SYARAT PAKAIAN MUSLIMAH
1. Menutup Seluruh Badan Kecuali Yang Dikecualikan.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,“Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:
‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS. Al Ahzab: 59).
Katakanlah kepada wanita yang beriman:
Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya…”(QS. An Nuur: 31).
Tentang ayat dalam surat An Nuur yang
artinya“kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”, maka terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ulama sehingga membawa konsekuensi yang
berbeda tentang hukum penggunaan cadar bagi seorang muslimah. Dari
syarat pertama ini, maka jelaslah bagi seorang muslimah untuk menutup
seluruh badan kecuali yang dikecualikan oleh syari’at. Catatan penting
dalam poin ini adalah penggunaan khimar yang merupakan bagian dari
syari’at penggunaan jilbab sebagaimana terdapat dalam ayat selanjutnya
dalam surat An Nuur ayat 31 Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke
dadanya.”Khumur merupakan jamak dari kata khimar yang berarti sesuatu
yang dipakai untuk menutupi bagian kepala. Sayangnya, pemakaian khimar
ini sering dilalaikan oleh muslimah sehingga seseorang mencukupkan
memakai jilbab saja atau hanya khimar saja. Dalam hadits dari Sa’id bin
Jubair mengenai ayat dalam surat Al Ahzab di atas, ia berkata,“Yakni
agar mereka melabuhkan jilbabnya. Sedangkan yang namanya jilbab adalah
qina’ (kerudung) di atas khimar. Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia
berkata, Seorang wanita dalam mengerjakan shalat harus mengenakan tiga
pakaian: baju, jilbab dan khimar.”(HR. Ibnu Sa’ad, isnadnya shahih
berdasarkan syarat Muslim).
Namun terdapat keringanan bagi wanita
yang telah menopause yang tidak ingin kawin sehingga mereka
diperbolehkan untuk melepaskan jilbabnya, sebagaimana terdapat dalam
surat An Nuur ayat 60 “Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti
(dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas
mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud)
menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.”
Ibnu Abbas
radhiallahu’anhu mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata “pakaian”
pada ayat di atas adalah “jilbab” dan hal serupa juga dikatakan oleh
Ibnu Mas’ud. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Al Baihaqi). Dapat pula
diketahui di sini, bahwa pemakaian khimar yang dikenakan sebelum jilbab
adalah menutupi dada.
2. Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan
Hal
ini sebagaimana terdapat dalam surat An Nuur ayat 31,“…Dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya…”Ketika jilbab dan pakaian wanita
dikenakan agar aurat dan perhiasan mereka tidak nampak, maka tidak tepat
ketika menjadikan pakaian atau jilbab itu sebagai perhiasan karena
tujuan awal untuk menutupi perhiasan menjadi hilang. Tolak ukur “Pakaian
perhiasan ataukah bukan adalah berdasarkan ‘urf (kebiasaan).”
(keterangan dari Syaikh Ali Al Halabi). Sehingga suatu warna atau motif
menarik perhatian pada suatu masyarakat maka itu terlarang dan hal ini
boleh jadi tidak berlaku pada masyarakat lain.
3. Kainnya Harus Tebal, Tidak Tipis
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang dua kelompok yang
termasuk ahli neraka dan beliau belum pernah melihatnya,“Dua kelompok
termasuk ahli neraka, aku belum pernah melihatnya, suatu kaum yang
memiliki cambuk seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengan
cambuknya dan wanita yang kasiyat (berpakaian tapi telanjang, baik
karena tipis atau pendek yang tidak menutup auratnya), mailat mumilat
(bergaya ketika berjalan, ingin diperhatikan orang), kepala mereka
seperti punuk onta. Mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan
baunya, padahal baunya didapati dengan perjalanan demikian dan
demikian.”(HR. Muslim 3971, Ahmad 8311 dan Imam Malik 1421).
Syaikh
albani menegaskan,“Yang tipis (transparan) itu lebih parah dari yang
menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal).”Bahkan kita ketahui, bahan yang
tipis terkadang lebih mudah dalam mengikuti lekuk tubuh sehingga
sekalipun tidak transparan, bentuk tubuh seorang wanita menjadi mudah
terlihat.
4. Harus Longgar, Tidak Ketat
Selain kain yang
tebal dan tidak tipis, maka pakaian tersebut haruslah longgar, tidak
ketat, sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh wanita muslimah. Hal ini
sebagaimana terdapat dalam hadits dari Usamah bin Zaid ketika ia
diberikan baju Qubthiyah yang tebal oleh Rasulullah, ia memberikan baju
tersebut kepada istrinya. Ketika Rasulullah mengetahuinya, beliau
bersabda, “Perintahkanlah ia agar mengenakan baju dalam di balik
Qubthiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan
bentuk tubuh.”(HR. Ad Dhiya’ Al Maqdisi, Ahmad dan Baihaqi dengan sanad
hasan). Maka tidak tepat jika seseorang mencukupkan dengan memakai rok,
namun ternyata tetap memperlihatkan pinggul, kaki atau betisnya.
5. Tidak Diberi Wewangian atau Parfum
Perhatikanlah
salah satu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan tentang
wanita-wanita yang memakai wewangian ketika keluar rumah, “Siapapun
perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar
mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.”(HR. Tirmidzi).
Siapapun perempuan yang memakai bakhur, maka janganlah ia menyertai kami
dalam menunaikan shalat isya’.”(HR. Muslim).
Syaikh Al Bani
berkata,“Wewangian itu selain ada yang digunakan pada badan, ada pula
yang digunakan pada pakaian.” Maka hendaknya kita lebih berhati-hati
lagi dalam menggunakan segala jenis bahan yang dapat menimbulkan
wewangian pada pakaian yang kita kenakan keluar. Produk yang memang
secara tidak langsung dan tidak bisa dihindari membuat pakaian menjadi
wangi semisal deterjen yang digunakan ketika mencuci dibolehkan.
6. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Terdapat
hadits-hadits yang menunjukkan larangan seorang wanita menyerupai
laki-laki atau sebaliknya (tidak terbatas pada pakaian saja). Salah satu
hadits yang melarang penyerupaan dalam masalah pakaian adalah hadits
dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita
yang memakai pakaian pria.”(HR. Abu Dawud).
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata,“Kesamaan dalam perkara lahir mengakibatkan kesamaan
dan keserupaan dalam akhlak dan perbuatan.”Dengan menyerupai pakaian
laki-laki, maka seorang wanita akan terpengaruh dengan perangai
laki-laki dimana ia akan menampakkan badannya dan menghilangkan rasa
malu yang disyari’atkan bagi wanita.
7. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,“Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan
kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka
seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik.”(QS. Al Hadid [57]: 16)Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata,“Firman Allah, ‘Janganlah mereka seperti…’ merupakan larangan
mutlak dari tindakan menyerupai mereka….”(Al Iqtidha, dikutip oleh
Syaikh Al Bani)
8. Bukan Pakaian Untuk Mencari Popularitas“Barangsiapa
mengenakan pakaian syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia,
niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian
membakarnya dengan api naar. ”Adapun libas syuhrah (pakaian untuk
mencari popularitas) adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan
meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut
mahal, yang dipakai seseorang untuk berbangga dengan dunia dan
perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seseorang
untuk menampakkan kezuhudan dan dengan tujuan riya.
-- Wallahu a'lamu --
Sumber : http://www.assunnah.mobie.in/artikel/jilbab_wanita_muslimah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar